Kamis, 10 Mei 2012

Microbial Foodborne Pathogen : Campylobacter Jejuni -karakteristik, makanan,kesehatan-


Kelompok 18
1. Liska Widiyastuti            22030110120063
2. Mira Dian N                      22030110130064
3. Eveline Sugiharto          22030110130065


PENDAHULUAN

Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman.1 Selain sumber zat gizi untuk manusia, makanan juga merupakan sumber pangan bagi mikroorganisme.
Pertumbuhan mikroorganisme dalam bahan pangan dapat menyebabkan perubahan yang menguntungkan seperti perbaikan bahan pangan secara gizi, daya cerna ataupun daya simpannya misalnya fermentasi susu menjadi yogurt,dll. Selain itu, pertumbuham mikroorganisme dalam bahan pangan juga dapat mengakibatkan perubahan fisik atau kimia yang tidak diinginkan, sehingga bahan pangan tersebut tidak layak dikomsumsi. Kejadian ini biasanya terjadi pada pembusukan bahan pangan. Bahan pangan dapat bertindak sebagai perantara atau substrat untuk pertumbuhan mikroorganisme patogenik dan organisme lain penyebab penyakit. Penyakit menular yang cukup berbahaya seperti gastroenteritis, tifus, kolera, disentri, TBC, mudah tersebar melalui bahan makanan. 2
Gangguan-gangguan kesehatan, khususnya gangguan perut akibat makanan disebabkan, antara lain oleh kebanyakan makan, alergi, kekurangan zat gizi, keracunan langsung oleh bahan-bahan kimia, tanaman atau hewan beracun; toksin – toksin yang dihasilkan bakteri; mengkonsumsi pangan yang mengandung parasit – parasit hewan dan mikroorganisme. Gangguan-gangguan ini sering dikelompokkan menjadi satu karena memiliki gejala yang hampir sama atau sering tertukar dalam penentuan penyebabnya.2
Secara umum, istilah keracunan makanan sering digunakan untuk menyebut gangguan yang disebabkan oleh mikroorganisme., mencakup gangguan – gangguan yang diakibatkan termakannya toksin yang dihasilkan organisme – organisme tertentu dan gangguan – gangguan akibat terinfeksi organisme penghasil toksin. Toksin – toksin dapat ditemukan secara alami pada beberapa tumbuhan dan hewan atau suatu produk metabolit toksik yang dihasilkan suatu metabolisme.2
Dengan demikian, intoksikasi pangan adalah gangguan akibat mengkonsumsi toksin dari bakteri yang telah terbentuk dalam makanan, sedangkan infeksi pangan disebabkan masuknya bakteri ke dalam tubuh melalui makanan yang telah terkontaminasi dan sebagai akibat reaksi tubuh terhadap bakteri atau hasil-hasil metabolismenya.2 Salah satu infeksi pangan yang sering terjadi adalah infeksi Campylobacteriosis.
Campylobacteriosis adalah infeksi pangan yang disebabkan oleh bakteri genus Campylobacter. Campylobacter adalah genus bakteri yang menjadi penyebab utama gastroenteritis di seluruh dunia, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Di berbagai negara ditemukan bahwa 90% infeksi campylobacteriosis disebabkan oleh spesies Campylobacter jejuni. Sedangkan di Amerika Serikat, Campylobacter jejuni termasuk dalam tiga bakteri yang mengkontaminasi makanan yang dapat menyebabkan infeksi. Selama 25 tahun terakhir, angka insidensi penyakit infeksi di negara maju yang disebabkan oleh Campylobacter semakin meningkat. Angka tersebut hanya berdasarkan kejadian yang telah dilaporkan, sedangkan di lapangan banyak kasus infeksi Campylobacter yang tidak dilaporkan. Sehingga angka kejadian infeksi yang sebenarnya lebih tinggi dari angka kejadian yang dilaporkan, kira – kira 7,6 sampai 100 kali lebih tinggi.3,4
Sedangkan di negara berkembang, angka kejadiannya tidak diketahui, hal ini dikarenakan tidak adanya survey nasional mengenai infeksi Campylobacter. Perkiraan angka insidensi berdasarkan kejadian yang dilaporkan di negara berkembang sekitar 5-20% dari total seluruh penduduk. Angka kejadiannya hampir sama dengan angka kejadian di negara maju. Angka kejadian infeksi Campylobacter banyak ditemukan pada anak –anak. Pada penelitian di Negara berkembang ditunjukkan bahwa Campylobacter, khususnya Campylobacter Jejuni sering menyebabkan infeksi pada anak dibawah umur 5 tahun dan terutama pada anak  dibawah umur 1 tahun.3
Di Indonesia di kasus gastroenteritis karena Campylobacter jejuni terjadi 98% pada anak <1 tahun, 62% pada usia 1-4 tahun, 40% pada anak usia 5-9 tahun dan 16 % pada usia 10-14 tahun.5
Infeksi Campylobacter jejuni disebabkan karena mengkonsumsi unggas setengah matang, air yang terkontaminasi maupun konsumsi susu mentah (susu yang tidak dipasteurisasi). Gejala infeksinya yaitu diare, sakit perut, demam, sakit kepala, mual dan muntah. Gejala biasanya muncul mulai dari 2-5 hari setelah infeksi dan berlangsung selama 3-6 hari. 6



Campylobacter jejuni

1.1.        Karakteristik Campylobacter jejuni (C. jejuni)
          
Campylobacter jejuni merupakan bakteri gram-negatif, tidak membentuk spora, berbentuk lengkung/spiral (bentuk S) dan berbentuk batang yang bergerak dengan flagel unipolar maupun flagel bipolar. Bakteri ini merupakan bakteri microaerophilic, sensitif terhadap stress lingkungan seperti oksigen 21%, pemanasan, pengeringan, pembekuan, desinfektan dan kondisi asam. Karena bakteri microaerophilic dapat hidup dengan baik pada oksigen 3-5% dan 2-10% CO2 (dapat hidup pada konsentrasi oksigen yang lebih rendah dari konsentrasi atmosfer oksigen). Nilai pH optimal untuk pertumbuhannya adalah 6.5 – 7.5, Aw optimal 0.997.7,8
Kingdom        :Bacteria
Phylum          :Proteobacteria
Class             :Epsilon Proteobacteria
Order             :Campylobacterales
Family            :Campylobacteraceae
Genus            :Campylobacter
Species          :Campylobacter fetus
Campylobacter jejuni
Campylobacter coli
Campylobacter sputorum
Campylobacter mucosalis
Campylobacter concisus
Campylobacter nitrofigilis
Campylobacter laridis
Campylobacter pyloridis
Campylobacter hyointestinalis
Campylobacter cryaerophila

Campylobacter bersifat mikroaerofilik, sehingga pertumbuhannya lambat. Oleh karena itu apabila mengkultur di dalam media, perlu ditambahkan antibiotika untuk mencegah mikroflora lainnya tumbuh lebih cepat, sehingga mengalahkan campylobacter-nya sendiri. Masa inkubasinya yaitu 1 – 11 hari, namun paling sering 2 – 5 hari. 7
Campylobacter jejuni dapat tumbuh dengan baik pada suhu 37o-42oC dalam suasana atmosfer dengan 5- 10% CO2 dan oksigen yang sama banyak. C. jejuni tidak akan tumbuh pada suhu dibawah 28o – 30oC. Mikroorganisme ini dapat hidup dengan lebih baik pada keadaan dingin dibandingkan pada suhu sekitarnya. Kultur diinkubasi selama 48-72 jam. Koloni akan tumbuh bulat, meninggi, tembus sinar tetapi tidak transparan (translucent), dan kadang-kadang bersifat mukoid. Bakteri ini dapat diidentifikasi dengan serangkaian uji biokimia.7
Campylobacter memerlukan kondisi khusus untuk dapat diisolasi dan ditumbuhkan, seperti kondisi udara yang harus rendah kadar oksigennya, suhu yang sesuai, dan memerlukan media yang selektif. Jika kondisi ini tidak terpenuhi maka akan sulit melakukan isolasi Campylobacter seperti C. jejuni. Karena sifatnya yang sensitif, C. jejuni mudah mengalami perubahan morfologi dari bentuk batang bergelombang menjadi bentuk kokus. Perubahan morfologi ini mudah terjadi jika kondisi lingkungan tinggi kadar oksigennya dan saat C. jejuni telah memasuki fase stasioner pertumbuhannya. Pada saat C. jejuni memasuki fase stasioner, maka bakteri ini sulit untuk diisolasi karena sifatnya berubah menjadi non culturable dan bentuknya menjadi kokus.9
Umumnya, Campylobacter tidak dapat bertahan sebaik bakteri patogen lain seperti Salmonella, tetapi bakteri ini dapat bertahan lama dalam makanan yang disimpan pada suhu rendah. C. jejuni tahan pada makanan yang disimpan dalam suhu 4-7oC, tetapi bakteri ini tidak dapat tumbuh pada suhu pembekuan.9
1.2.        Campylobacter jejuni dan Makanan
Campylobacter adalah bakteri patogen yang dapat menyebabkan demam, diare, dan kram perut. Bakteri ini merupakan bakteri yang paling sering menyebabkan diare di dunia. Bakteri ini hidup di usus ayam sehat dan pada permukaan karkas unggas. Infeksi disebabkan karena konsumsi makanan maupun minuman yang terkontaminasi C. jejuni. 10
Sumber infeksi sebagian besar karena memakan daging ayam yang masih mentah, atau belum matang atau makanan lain yang telah bersentuhan dengan karkas ayam selama dalam proses pengolahan sehingga tercemar oleh bakteri ini. Selain itu, infeksi juga sering terjadi karena meminum susu yang tidak dipasteurisasi maupun air yang terkontaminasi oleh bakteri ini. Sapi, babi, domba, kambing, ayam , kalkun, bebek, kucing dan anjing dianggap sebagai pembawa kuman ini, tetapi yang paling sering adalah unggas.10
C. jejuni dapat bertahan beberapa bulan pada tempat yang lembab, kandungan oksigen rendah, pada suhu 4oC, namun hanya bertahan beberapa hari pada suhu ruang. C. jejuni dapat bertahan 9 hari di feses, 3 hari di susu, dan 2 – 5 hari di air.11
Diambil dari : www.nature.com/reviews/micro
Kebanyakan kasus yang terjadi dikarenakan konsumsi daging unggas mentah maupun kurang matang atau dari kontaminasi silang makanan lain dengan daging unggas yang terkontaminasi. Kejadian luar biasa dari kontaminasi C. jejuni biasanya terjadi karena meminum susu yang tidak dipasteurisasi maupun meminum air yang terkontaminasi. 12
Kontaminasi dapat terjadi karena pengolahan yang kurang baik, misalnya penggunaan papan pemotongan yang tidak dicuci setelah digunakan untuk memotong daging unggas maupun alat untuk mempersiapkan sayuran atau bahan makanan mentah lain. C. jejuni dapat menyebar dari daging mentah ke makanan lain.12
Campylobacteriosis pada peternakan unggas dapat disebut avian vibrionic hepatitis atau avian infectious hepatitis. Unggas yang terinfeksi oleh C. jejuni tidak menunjukkan gejala terkena penyakit. C jejuni terdapat pada usus unggas hidup berbentuk koloni. C. jejuni dapat menyebar dari unggas satu ke unggas lain melalui sumber air maupun dari feses unggas yang terinfeksi. Ketika unggas yang terinfeksi dipotong, C. jejuni berpindah dari usus ke daging unggas. Selain itu, C. jejuni juga ditemukan pada kulit dan organ dalam unggas, khususnya di hati. Sekitar 70% campylobacteriosis pada manusia disebabkan oleh kontaminasi C. jejuni pada karkas ayam. 7,12
Selain di unggas, C. jejuni juga terdapat di hewan ternak. Di hewan ternak seperti sapi, C. jejuni terdapat di usus dan menjadi organisme komensal. Pada sapi yang lebih muda terdapat lebih banyak C. jejuni dibandingkan sapi yang lebih tua. Susu segar yang dihasilkan oleh sapi dan tidak dipasteurisasi dapat menjadi sumber kontaminasi apabila sapi terinfeksi oleh C. jejuni pada ambing (udder) sapi atau karena susu terkontaminasi oleh pupuk melalui lalat,dll.12
Permukaan air dan mata air pegunungan dapat terkontaminasi dari feses sapi yang terinfeksi maupun dari burung liar. Infeksi ini banyak terjadi di negara berkembang sehingga turis dari luar juga beresiko terkena infeksi C.jejuni. Selain itu, C. jejuni biasanya hidup pada air yang tidak terklorinasi.12
Dari berbagai studi, penanganan daging unggas mentah dan konsumsinya sangat berpengaruh pada persentase kasus yang terjadi. Kontaminasi silang dari daging ayam mentah pada saat persiapan makanan juga menjadi salah satu faktor resiko campylobacteriosis. Makanan lain yang menjadi faktor resiko tergantung pada jenis daging, daging yang kurang matang (barbeku), makanan laut yang dimakan mentah, meminum air yang tidak diberi perlakuan, serta konsumsi susu dan olahan susu yang tidak dipasteurisasi. Selain itu produksi dan persiapan makanan juga dapat menjadi sumber kontaminasi.3
Banyak laporan yang menunjukkan kejadian keracunan yang disebabkan oleh C. jejuni dan C.coli di antara isolat dari sumber manusia dan berbagai hewan di lokasi geografis yang berbeda. Sebagian besar penelitian ini menunjukkan adanya hubungan antara produksi toksin dengan presentasi klinis. Toksin C. jejuni cenderung  lebih toksik dibandingkan dengan  C. coli, namun hasilnya bervariasi. Isolat hewan kurang toksik dibandingkan dengan isolat manusia, dan strain Campylobacter dari babi kurang enterotoksigenik daripada pada ayam. Meskipun aktivitas kolera, sitotonik-enterotoksin, dan sitotoksin berbeda namun kadang-kadang diproduksi bersamaan. Pada umumnya di negara berkembang, diare akut (berair) yang sifatnya noninflamasi berhubungan dengan sitotonik-entrotoksin terjadi pada anak-anak,sedangkan diare inflamasi dan invasi Campylobacter berhubungan dengan produksi sitotoksin dalam kasus-kasus sporadik di negara maju. 13
Ada  2 jenis toksin yang dihasilkan oleh Campylobacter, yaitu :13
-     Enterotoksin
Enterotoksin yang dihasilkan oleh C. jejuni menunjukkan kesamaan struktural dan fungsi dengan  toksin kolera (Cholera Toxin/CT) tergantung pada  pemanjangan sel CHO, kestabilan panas, inaktivasi oleh antitoksin kolera, peningkatan derajat siklus AMP di intraseluler, dan sekresi cairan di dalam ileum loop tikus. Penelitian lain telah memberikan bukti yang mendukung bagi toksin kolera seperti di C. jejuni. Selain pemanjangan sel CHO, CJT (C. jejuni enterotoxin) menginduksi potongan dari sel adrenal tikus Y-1, dan respon sitotoksik reversible dalam sel Vero. Beberapa penulis telah melaporkan pemurnian dan karakteristik  CJT dengan  berbagai cara yang berbeda-beda. Gel imunodifusi dan analisis enzyme-linked immunosorbent assay telah menunjukkan keterkaitan dari CJT, dalam bentuk holotoksin dan bentuk subunit B, untuk CT dan toksin E. coli yang labil terhadap panas. Reaksi silang yang terjadi antara antibodi pada CT dan LT  dengan CJT mengakibatkan inaktivasi kegiatan sitotoksin dan aktivitas sekresi dari CJT dalam sel kultur dan pengikatan loop ileum masing-masing diligasi. Meskipun pada awalnya menunjukkan hasil yang negatif, rendahnya tingkat nukleotida dalam urutan homologi ditunjukkan antara genomik DNA dari C. jejuni dan  subunit B dari LT dan CT. Subunit B dari toksin ini menentukan situs pengikat bagi GM1 gangliosida pada sel epitel.
Kanwar dan rekan-rekannya telah membuat kontribusi besar untuk memahami mekanisme yang mendasari peningkatan yang diamati dalam cAMP intraseluler dan akumulasi cairan dalam loop ileum diligasi terinfeksi dengan C. jejuni. Patofisiologis sekresi diare dari infeksi enterotoksigenik C. jejuni melibatkan terganggunya/penurunan aktivitas Na+, K+-ATPase berhubungan dengan peningkatan sekresi Na+ dan Cl-. Perubahan transportasi ion adalah proses yang tergantung pada kalsium yang melibatkan aktivasi protein C kinase.
Meskipun jumlah bukti pendukung cukup banyak, beberapa peneliti telah melaporkan kegagalan untuk mengulang percobaan yang bertujuan untuk mendeteksi aktivitas enterotoksin dari bebagai sumber isolat C. jejuni, tuangan keraguan tentang adanya enterotoksin kolera seperti pada C. jejuni. Dalam studi pasien dengan diare inflamasi di Amerika Serikat, antibodi terhadap enterotoksin tidak dapat dideteksi begitupun dengan aktivitas dari enterotoksin dalam  isolasi C. jejuni dari pasien tersebut. Ini berbeda dengan penelitian serupa yang dilakukan pada anak-anak dengan Campylobacter enteritis di Meksiko. Perbedaan karakteristik antara virulensi  isolasi C. jejuni dari wilayah geografis yang berbeda dapat menjelaskan ketidaksesuaian dari hasil ini. Sampai pada CJT putatif yang diurutkan, kontroversi akan tetap berkenaan dengan keberadaan dan signifikansi patobiologis dari enterotoksin dalam mediasi enteritis C. jejuni.
-     Sitotoksin
 Efek sitopatik in vitro dari filtrasi sel bebas untuk polymxyn B and disonikasi C. jejuni dan filtrasi tinja dari seseorang yang terinfeksi dan hewan telah menggambarkan berkali-kali. Uji sitotoksin C. jejuni biasanya tergantung pada perubahan morfologis dari berbagai sel kultur. Indikator aktivitas sitokin termasuk pemotongan sel,  pemanjangan, distensi, hilangnya kepatuhan kematian sel. Pewarnaan biru tripan dari sel nonviable umunya menggunakan penilaian sitotoksisitas. Karena interpretasi perubahan sitopatik mungkin bisa menghasilkan hasil yang kurang jelas/samar-samar, metode lain telah dikembangkan unutk mendeteksi aktivitas sitokin.  Uji penurunan kuantitas 51Cr telah dihubungkan dengan efek sitopatik untuk mengevaluasi sitotoksisitas. Seharusnya efek sitotoksin dalam  toksin C. jejuni lebih menonjol pada fibroblas yang baru,meskipun sel  HeLa tertentu rentan. Konsentrasi serum yang digunakan dalam uji  sitotoksisitas untuk  inflamasi toksin C. jejuni diukur dengan pemotongan sel dan kemampuan untuk menguraikan penurunan sitotoksin dengan lingkup in vitro dari organisme.
Karakteristik toksin terbaik dari C. jejuni adalah cytolethal-distending (CDT)yang pada awalnya dijelaskan oleh Johnson  dan Lior sebagai penyebab progresifitas dari distensi sel dan akhirnya sitotoksisitas dari sel kultur. Disertai dengan perubahan morfologi seperti perubahan sitoskeletal yang berhubungan dengan terhentinya proliferasi sel pada sel CHO. Persamaan urutan keasaman  sama dengan/setara amplifikasi E. coli bentuk primer, yang mengarah ke kloning dari tiga gen yang berdekatan dengan C. jejuni dengan pengkodean protein berdasarkan ukurannya. Ketiga gen tersebut dibutuhkan untuk aktivitas toksik dalam uji sel HeLa. Baru-baru ini telah ditunjukkan bahwa CDT C. jejuni menyebabkan sel HeLa dan Caco-2 menjadi ditangkap dalam suatu tahap siklus. Dalam sel HeLa, blok ini merupakan uji dengan kegagalan untuk defosforilasi CDC2, yang mengarah ke bentuk akumulasi inaktif dari kinase yang diperlukan untuk masuk ke dalam fase M. Penemuan bahwa CDT mengikat protein 59kDa ditemukan di  keduanya baik sel HeLa maupun membran sel CHO, serta 45kDa protein dalam membran sel HeLa, mengiringi perkembangan dari uji imunoblot sebagai alternatif untuk mendeteksi kultur jaringan konvensional. Pengikatan CDT dengan reseptornya sebagian dihambat oleh EDTA.
Jumlah sitotoksin yang diproduksi C. jejuni belum jelas diketahui, tetapi kemungkinannya bahwa ada lebih dari satu. Kegagaln usaha untuk menetralisir aktivitas dengan antiserum terhadap racun dari patogen enterik lain mengindikasikan bahwa imunologi sitotoksin C. jejuni berbeda dari toksin E. coli, Clostridium difficile, dan Vibrio cholera, meskipun gen CDT dari C. jejuni mempunyai kesamaan dengan E. coli. Kontribusi sitotoksin untuk Campylobacter enteritis masih harus dibentuk.
1.3.        Campylobacter jejuni dan Dampaknya pada Kesehatan
Campylobacteriosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteri Campylobacter. Campylobacter  dapat menyebabkan infeksi di dalam usus (gastrointestinal) maupun infeksi di luar usus (ekstraintestinal). Gejala infeksi gastrointestinal yaitu demam, kram perut, sakit perut, dan diare yang diikuti mual-mual selama 2 sampai 5 hari setelah mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi bakteri ini.14
Infeksi ekstraintestinal yaitu bakteremia (bakteri barada dalam darah), kasus bakteremia akibat C. jejuni terjadi sekitar 1,5 dari 1.000 kasus infeksi gastrointestinal. Kasus campylobacteriosis kronik ini mencapai 2 sampai 10% yang meliputi athritis, meningitis, cholecystitis, erytheremea nodosun, endocarditis, keguguran, dan neonatal spesis. Selain itu, C. jejuni diketahui sebagai faktor penyebab Guillain-Barre Syndrome (GBS). GBS adalah penyakit akibat tidak berfungsinya sistem syaraf pusat sehingga menimbulkan kelumpuhan badan dari kaki ke atas. GBS terjadi sekitar 30 kasus dari 1.000 kasus infeksi C. jejuni. Diperkirakan 20% penderita GBS hidup dengan kelumpuhan dan diperkirakan 5% meninggal. 14
Lima spesies Campylobacter yang bersifat patogen pada manusia diantaranya adalah C.jejuni, C. coli, C. laridis, C. fetus, dan C. pylori. Spesies yang dikaitkan dengan infeksi pada manusia ialah C. coli dan C. jejuni yang disebarkan melalui makanan, air, dan susu yang terkontaminasi. 14
C. jejuni diduga sebagai penyebab utama infeksi yaitu sekitar 80-90% kasus campylobacteriosis. Bakteri ini merupakan bakteri sporadik penyebab foodborne disease. C. jejuni rentan pada kondisi lingkungan stress (tertekan) tidak dapat hidup dengan baik dalam makanan, sehingga relatif mudah untuk dikendalikan. C. coli bertanggung jawab sekitar 7% kasus campylobacteriosis pada manusia, tetapi di beberapa daerah (seperti Afrika Tengah and Zagreb) kasus tersebut berkisar 35-40%. C. upsaliensis dan C. laridis telah diisolasi dari penderita diare, dan bertanggungjawab  sekitar 1% kasus campylobacteriosis pada manusia.14
Waktu inkubasi Campylobacter  biasanya 2 sampai 5 hari setelah konsumsi makanan yang terkontaminasi bakteri ini. Waktu menderita infeksi adalah 1 sampai 3 hari, tetapi kemungkinan berakhir selama 3 minggu. C. jejuni sering diisolasi dari penderita diare, dan paling banya tingkat isolasinya dibandingakan dengan Salmonella. Prevalensi infeksi C. jejuni pada beberapa kampus di Amerika Serikat adalah 10 sampai 46 kali lebih tinggi jumlahnya daripada infeksi Salmonella dan Shigella. Hasil penelitian mengidentifikasikan bahwa sedikitnya 500 sel C. jejuni dapat menyebabkan penyakit pada manusia.14
Kasus penyakit diare akibat terinfeksi bakteri Campylobacter di beberapa negara telah banyak dilaporkan, misalnya di Amerika Serikat dilaporkan sekitar 2,5 juta penderita dan 124 penderita meninggal setiap tahunnya. Kasus infeksi Campylobacter juga dilaporkan di Inggris yaitu 6.300 kasus pada tahun 1978 meningkat menjadi 38.000 kasus pada tahun 1992. Di negara berkembang seperti Bangladesh, Indonesia, Gambia, dan Mexico penderita C. jejuni terbesar terjadi pada anak-anak di bawah umur lima tahun. Penderita infeksi Campylobacter disebabkan oleh konsumsi daging unggas yang kurang matang, penyebab lainnya yaitu meminum susu segar yang tidak dipasterurisasi atau meminum air yang tidak diklorinasi.14
Angka kejadian campylobacteriosis pada pasien diare hampir sama dengan kejadian salmonellosis atau shigellasis. Hasil penelitian  di negara Amerika menunjukkan angka kejadian salmonellosis berkisar 300-1.500 kasus/100.000 penduduk, infeksi Escherichia coli 30 kasus/tahun dan campylobacteriosis 1/1.000 orang.Laporan dari negara Inggris dan Wales, lebih dari 1% populasi terinfesi setiap tahunnya dengan kerugian ekonomi mencapai 12 juta. Sebaliknya di Indonesia hanya sedikit informasi mengenai infeksi Campylobacter jejuni. Pada manusia, salah satunya adalah yang dilaporkan oleh Balitvet, Bogor pada tahun 1984 yaitu tentang kasus keracunan susu C. jejuni di Jawa Barat.7
Masa inkubasi campylobacteriosis pada manusia umumnya 2-4 hari ketika bakteri mengalami multiplikasi dalam usus dan mencapai jumlah 106-109 per garam feses. Untuk terjadinya infeksi hanya diperlukan sekitar 800 bakteri C. jejuni. C.jejuni menghasilkan enterotoksin yang mirip dengan penyakit kolera dan toksin Escherichia coli.7
Banyak kejadian campylobacterosis pada manusia bersifat  sporadik. Kejadian dari penyakit ini memiliki karakteristik epidemiologik yang berbeda dari infeksi sporadik. Penyakit ini umumnya terjadi pada musim semi dan gugur. Konsumsi usus mentah sebagai sumber infeksi pada 30 dari 80 kejadian luar biasa campylobacteriosis pada manusia, seperti yang dilaporkan oleh CDC antara tahun 1973 dan 1992. Terjadinya penyakit ini disebabkan oleh mengkonsumsi susu mentah/murni pada saat kunjungan anak sekolah ke peternakan selama musim sedang. Sebaliknya puncak Campylobacter sporadik terjadi selam musim panas.7
Faktor resiko lain yang proporsinya lebih kecil dari penyakit sporadik diantaranya adalah sebagai berikut :
1.  Minum air yang tidak dimasak dengan baik
2.  Perjalanan ke luar negeri
3.  Mengkonsumsi babi panggang atau sosis
4.  Minum susu mentah atau susu botol
5.   Kontak dengan anjing atau kucing, khususnya  binatang kesayangan anak-anak atau binatang kesayangan yang terkena diare.
Penyebaran dari manusia ke manusia tidak umum terjadi. Pangan yang berasal dari hewan merupakan faktor penting dalam penyebaran Campylobacter jejuni terhadap manusia.7
Di Amerika Serikat Campylobacter umumnya menyerang pada bayi, kurang lebih 14 per 100.000 per tahun terjangkit penyakit ini. Semakin bertambahnya umur (anak-anak), maka kejadian semakin menurn yaitu 4 per 100.000 orang per tahun. Kejadian pada orang dewasa meningkat lagi yaitu sebesar 8 per 100.000 orang per tahun. Diantara umur remaja dan dewasa, diperkirakan <3 per 100.000 orang per tahun. Setiap orang ada kecendurungan dapat terinfeksi bakteri C. jejuni, tetapi anak di bawah umur 5 tahun dan orang dewasa (15-29 tahun) merupakan yang paling rentan terinfeksi bakteri ini.7
Umumnya orang tidak menyadari bahwa penyakit sakit perut yang dialami merupakan penyakit yang disebabkan oleh apa yang mereka makan. Biasanya mikroba dalam makanan seperti daging atau telur yang dimasak kurang matang, penanganan produk yang salah, atau tercemarnya produk oleh kotoran hewan. Beberapa penderita bisa sembuh tanpa pergi ke dokter, tetapi beberapa yang lainnya tidak sembuh. Satu dari 1.000 orang yang diidentifikasi terinfeksi bakteri Campylobacter jejuni Guillain Barre, suatu penyakit kronis yang secara perlahan menimbulkan kelumpuhan badan dari kaki ke atas. 7
Campylobacter jejuni dapat menyebabkan penyakit antara lain gastroentritis, proktitis, septicemia, meningitis, arthritis, dan Gullain-Barre Syndrome (GBS). Biasanya deman, abdominal sakit, dan diare terjadi 2-3 hari stelah makanan atau minuman yang terkontaminasi C. jejuni masuk dalam tubuh. Sedikitnya 800 organisme yang terdapat dalam unggas, daging sapi, dan daging babi matang serta makanan lain dapat menyebabkan penyakit. Infeksi C. jejuni biasanya menyerang saluran pencernaan bagian bawah dan dapat sembuh sendiri dalam periode 5-8 hari. Penyakit sistemik dapat menyebabkan translokasi oleh monosit dan menghasilkan presisten khususnya pada penderita immunocompromised. C. jejuni biasanya diisolasi dari individu nonsimptomatik di negara berkembang. 13
Infeksi C. jejuni dapat menghasilkan penyakit enteritis parah dan dapat menyebabkan peritonitis, ileitis, dan obstruksi intestinal. Pasien dengan enteritis Campylobacter membutuhkan laparotomy karena parahnya tanda dan gejala abdominal. Perubahan inflamatori transmural dapat dikacaukan dengan dugaan penyakit Crohn’s. salah satu penyakit inflamasi usus.13
C. jejuni telah dikaitkan dengan GBS yang melemahkan polyneuritis inflamatory yang ditandai dengan demam, perih, kelemahan, dan sering berdampak pada kecacatan. C. jejuni diketahui menjadi faktor penyebab GBS, penyakit karena C. jejuni dapat menuju GBS pada 1 dari 1000 orang. GBS biasanya muncul setelah 1-3 minggu stelah kejadian presipitasi. Pasien dengan penyakit ini 20-40% memiliki riwayat infeksi C. jejuni dan tingginya antibodi anti-C. jejuni. Ada hubungan kuat antara GBS dengan C jejuni serotip 19 Penner, Lior 11, Lau 19, dan Lau 3/25. 13
Arthritis reaktif dapat mengikuti masa diare Campylobacter  atau kejadian ini juga dapat muncul setelah infeksi Yersinia, Salmonella, Shigella, Clostridium difficile dan Brucella dan umumnya disebabkan oleh respon autoimun pada sendi. Antibodi IgM, IgG dan IgA meningkat pada pasien dengan riwayat eksposur Campylobacter dan arthritis. 13
Arthritis ini diduga dimulai oleh mimikri molekular antara antigen bakteri dan HLA-B27 permukaan sel. Terapi antibiotik dapat menurunkan gejala artritis rective kronis. Sebuah studi double-blind menemukan bahwa kursus 3 bulan Ciprofloxacin terapi penurunan gejala yang dilaporkan oleh pasien dengan arthritis reaktif kronis.13
Campylobacter sering diisolasi dari individu immunocompromised termasuk anak-anak, pasien kanker, AIDS, penerima organ dan lansia. Namun, Campylobacter mampu menyebabkan penyakit pada individu imunokompeten. Perbedaan strain mempengaruhi laju infeksi Campylobacter.13
1.4.        Pencegahan Infeksi Campylobacter
Beberapa praktek penanganan makanan sederhana yang dapat membantu  mencegah terjadinya infeksi Campylobacter adalah sebagai berikut :12
1.  Memasak semua produk unggas secara teliti/cermat. Pastikan daging dimasak secara sempurna (tidak lagi berwarna pink) dan menggunakan cairan mengalir yang bersih. Semua unggas harus dimasak sampai suhu internal minimal 165oF.
2.  Jika anda dihidangkan unggas setengah matang di restoran, kembalikan lagi untuk dimasak lebih lanjut.
3.  Mencuci tangan dengan sabun sebelum menyiapkan makanan.
4.  Mencuci tangan dengan sabun setelah memegang makanan mentah yang berasal dari hewan dan sebelum menyentuh hal lain.
5.  Mencegah kontaminasi silang di dapur dengan menggunakan talenan terpisah untuk makanan yang berasal dari hewan dan makanan lain dan dengan hati-hati membersihkan semua talenan, countertops, dan peralatan dengan sabun dan air setelah menyiapkan makanan mentah yang berasal dari hewan.
6.  Menghindari konsumsi susu yang tidak dipasteurisasi dan air permukaan yang tidak terawat/diobati.
7.  Memastikan bahwa orang-orang dengan diare, terutama anak-anak, mencuci tangan mereka dengan hati-hati dan sering menggunakan sabun untuk mengurangi resiko penyebaran infeksi.
8.  Mencuci tangn dengan sabun setelah kontak dengan kotoran hewan peliharaan.
Dokter yang mendiagnosa campylobacteriosis dan klinis laboratorium yang mengidentifikasi organisme ini harus melaporkan temuan mereka ke Departemen Kesehatan Lokal. Jika banyak kasus terjadi pada saat yang sama, mungkin itu berarti bahwa banyak orang yang terkena item makanan umum yang terkontaminasi atau sumber air yang masih mungkin tersedia untuk menulari lebih banyak orang. Ketika wabah terjadi, upaya pendidikan masyarakat dapat diarahkan terhadap teknik penanganan makanan yang tepat, dan menghindari konsumsi susu mentah/murni (tidak dipasteurisasi).12

KESIMPULAN

1.    Campylobacter jejuni merupakan bakteri gram-negatif, tidak membentuk spora, berbentuk lengkung/spiral (bentuk S) dan berbentuk batang yang bergerak dengan flagel unipolar maupun flagel bipolar.
2.    Campylobacter jejuni merupakan bakteri microaerophilic, sensitif terhadap stress lingkungan seperti oksigen 21%, pemanasan, pengeringan, pembekuan, desinfektan, dan kondisi asam.
3.    Campylobacter jejuni menghasilkan 2 jenis toksin yaitu enterotoksin dan sitotoksin.
4.    Campylobacteriosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteri Campylobacter.
5.    Campylobacter jejuni dapat menyebabkan penyakit antara lain gastroenteritis, proktitis, septicemia, meningitis, arthritis, dan Gullain-Barre Syndrome (GBS).
6.    Faktor yang menyebabkan terjadinya penyakit campylobacteriosis adalah konsumsi susu murni (tidak dipasteurisasi),  konsumsi daging unggas yang kurang matang, sumber air minum yang terkontaminasi C. jejuni, dll.
7.    Cara mencegah terjadinya kontaminasi bakteri C. jejuni yaitu dengan memasak makanan dari daging unggas secara teliti (matang sempurna), mencuci tangan sebelum menyiapkan makanan dan setelah memegang bahan mentah terutama dari hewan, mencegah kontaminasi silang, dll.
  
DAFTAR PUSTAKA

  1.    Batas Maksimum Cemaran Mikroba Dalam Pangan. Badan Standardisasi Nasional.SNI 7399-2009
2. Siagian, Albiner. Mikroba Patogen Pada Makanan Dan Sumber Pencemarannya. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
3.    Risk Assessment Of Campylobacter Spp. In Broiler Chickens. World Health Organization Food And Agriculture Organization Of The United Nations  2009
4.    Bad Bug Book. Foodborne Pathogenic Microorganism and Natural Toxins Handbook seccond edition. FDA
5.    Signe Ringertz et al. Campylobacter fetus subsp. jejuni as a Cause of Gastroenteritis in Jakarta, Indonesia. JOURNAL OF CLINICAL MICROBIOLOGY, Oct. 1980, p. 538-540
6.    http://www.who.int/topics/campylobacter/en/. Campylobacter
7.    Masniari Poloengan, Susan M. Noor, Iyep Komala dan Andriani. Lokakarya Nasional
Keamanan Pangan Produk Peternakan Patogenesis Campylobacter Terhadaphewan Dan Manusia. Balai Penelitian Veteriner Jl. R.E Martadinata Bogor. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.
8.    WHO, alih bahasa: dr. Andry Hartono, Sp.GK., editor: Palupi Widyastuti, SKM.. Penyakit Bawaan Makanan : Fokus Pendidikan Kesehatan. 2002. Jakarta : EGC
9.    Khoirudin, Muhammad Nanang. Penentuan Prevalensi Cemaran Campylobacter Jejuni Sampel Potongan Karkas Ayam Di Wilayah Bogor dan Jakarta Menggunakan Metode Modifikasi Bam 2001 F24104019. 2008. Departemen Ilmu Dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.
10. http: //www.deptan.go.id/bbkptgpriok/admin/rb/foodborne.pdf. Foodborne disease.
11. Campylobacteriosis. 2005. Center for Food Security and Public Health College of Veterinary Medicine Iowa State University. http://www.cfsph.iastate.edu/Factsheets/pdfs/campylobacteriosis.pdf
12. http://www.cdc.gov/nczved/divisions/dfbmd/diseases/campylobacter/. Campylobacter.
13. Jeffrey W. Cary, Ph.D, John E. Linz, Ph.D. dan Deepak Bhatnagar, Ph.D.. Microbial Foodborne Diseases : Mechanisms of Pathogenesis and Toxin Synthesis. US : Technomic Publishing Company.
14. Isolasi Campylobacter Jejuni Pada Karkas Ayam Dan Uji Efektivitas Klorin-Asam Asetat Sebagai Sanitaiser Terhadap Campylobacter Jejuni Dengan Metode Suspension Test . Irmawati. 2007. Departemen Ilmu Dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.
15. Kathryn T. Young, Lindsay M. Davis dan Victor J. DiRita. Campylobacter jejuni: molecular biology and pathogenesis. 2007. Nature Publishing Group. www.nature.com/reviews/micro.